Wahai Guru, Menulislah!

WAHAI GURU, MENULISLAH!
Asep Sapa’at
Trainer Pendidikan
Lembaga Pengembangan Insani
Dompet Dhuafa
“Setiap tetes tinta seorang penulis adalah darah bagi perubahan peradaban. Kernanya, perhatikanlah bagaimana ujung penamu bergerak”
(M. Fauzil Adhim)
Guru mampu mengajar, itu perkara biasa. Guru mampu menjadi penulis, ini baru luar biasa. Menulis bisa berarti mengenalkan pribadi kita kepada orang lain. Menulis bisa berarti menyampaikan gagasan dan pengalaman kita kepada orang lain. Menulis tiada batas ruang dan waktu. Setidaknya, menulis bisa menyembuhkan diri Anda, itulah jawaban Mas Hernowo (CEO Mizan) ketika ditanya, “Apakah sejak kecil Mas Her sudah bercita-cita menjadi penulis?”. Jawab beliau, “TIDAK. Saya menjadi penulis sejak usia saya melewati 40 tahun. Saya bisa menjadi penulis karena bekerja di Penerbit MIZAN. Dan saya terdorong untuk menulis (bukan ingin menjadi penulis) karena menulis dapat menyembuhkan diri saya”.
Bingung menyeruak, mungkinkah aktivitas menulis dapat menyembuhkan diri? Beberapa hasil kajian dari berbagai penelitian mencoba menjawabnya.
Pertama, James Pennebaker menjelaskan, “Menulis tentang pikiran dan perasaan terdalam tentang trauma yang kita alami menghasilkan suasana hati yang lebih baik, pandangan yang lebih positif, dan kesehatan fisik yang lebih baik”. Lanjutnya, dalam artikelnya yang ditulis untuk American Psychological Society, beliau menyatakan pula, “Dalam menulis atau bercerita tentang topik-topik emosional, juga ditemukan pengaruh-pengaruh yang menguntungkan dalam fungsi imun (kekebalan tubuh) termasuk self-helper pertumbuhan. Perubahan perilaku juga telah ditemukan. Para siswa yang menulis isu-isu emosional menunjukkan perkembangan dalam perkuliahan dan para profesional senior yang dipecat dari pekerjaannya lebih cepat mendapatkan pekerjaan baru setelah menulis”.
Kedua, Dr. Jillian Smith menyatakan bahwa aktivitas menulis dan membaca semua novel (ringan) adalah sebuah katalisator untuk mengubah psikologi, sosial, dan transformasi.
Ketiga, JAMA (Journal of The American Medical Association) menyatakan, “Penelitian telah menunjukkan bahwa menulis tentang pengalaman-pengalaman trauma secara emosi, secara mengejutkan memiliki efek menguntungkan atas gejala-gejala yang dilaporkan, keinginan sehat secara individual”.
Keempat, Kitty Klein, Ph.D. (Peneliti di The Social Cognitive Laboratory, North Carolina State University) mengatakan bahwa menulis tentang pengalaman yang menegangkan bisa mendorong fungsi kekebalan, mengurangi kemungkinan penularan beberapa penyakit infeksi dan mengurangi gejala-gejala yang berhubungan dengan penyakit lain yang menyangkut sistem kekebalan.
Sekarang kita boleh merasa lebih yakin bahwa menulis dapat menyembuhkan diri kita. Untuk lebih yakin dengan kajian itu, mulai menulis adalah pilihan terbaik untuk dilakukan.
Menulis & Profesionalitas Guru
Semua orang, tanpa kecuali, memiliki pengalaman hebat dalam hidup. Masalah yang paling mudah kita tulis adalah apapun yang kita yakini, kita alami, dan kita rasakan.
Manfaat terbesar dari menulis adalah ‘mengikat’ momen-momen mengesankan dalam hidup. Bagi guru, menulis dapat bermanfaat untuk banyak hal. Menulis catatan harian secara konsisten adalah hal yang paling mudah dilakukan. Pengalaman terbaik dan drama hidup menggetirkan menjadi guru dapat ditumpahkan di catatan harian. “Keeping your own teaching journal is one strategy for stimulating reflection and self-evaluation (Elizabeth F. Shores & Cathy Grace, 1998). Tulisan yang terdokumentasikan adalah senjata ampuh bagi proses evaluasi diri. Utamanya, guru dapat bercermin untuk memperbaiki diri lewat catatan harian mengenai pergulatan hidup dan pengalaman mengajar.
Menulis catatan harian adalah jembatan untuk dapat menulis formal. Guru tak dapat mengelak jika dituntut harus dapat menulis karya ilmiah, modul, atau tulisan formal lainnya. Data dari Badan Kepegawaian Nasional (2005) bisa dijadikan gambaran. Guru Golongan IV-A kesulitan naik pangkat karena tidak dapat menulis karya ilmiah sebagai persyaratan kenaikan pangkat.
Menulis catatan harian jelas sangat berbeda dengan menulis formal. Ala bisa karena biasa. Terbiasa menulis catatan harian merupakan modal utama menulis formal. Faktor kebiasaan mencurahkan gagasan, kejujuran bertutur, kebebasan berekspresi, merupakan pengalaman berharga yang akan didapat dari aktivitas menulis catatan harian.
Tak dapat dibayangkan jika setiap guru di Indonesia produktif menulis. Menulis apa saja. Menulis catatan harian, karya ilmiah, bahkan autobiografi mereka sekalipun. Setiap guru dapat belajar satu sama lain lewat gagasan dan pengalaman yang mereka tulis. Masalah satu guru diungkap lewat tulisan dan dipublikasi di berbagai media informasi (buku, koran, majalah, internet, dsb). Guru lain membaca dan punya solusi, solusinya ditulis dan disebar di media informasi. Ada juga guru yang membaca saja, dan mereka juga belajar dari tulisan yang dibacanya. Itulah bagian penting dari proses pengembangan profesionalitas guru yang hakiki, saling belajar untuk menjadi profesional sejati.
Mengubah paradigma membaca dan menulis adalah keharusan. Membaca, berarti menemukan sumber informasi dan inspirasi yang bermakna untuk dapat digunakan dalam menjalankan profesi guru. Menulis, berarti secara jujur dan benar, menyampaikan semua masalah dan pengalaman terbaik selama berkiprah menjadi guru. Dengan tulisan, dunia akan tahu semua masalah yang dihadapi guru. Dengan tulisan, semua akan tahu peran penting guru dalam membangun peradaban dunia. Dengan teriakan, ruangan akan terguncang. Namun, dengan tulisan, dunia yang akan terguncang.
Sekarang, pilihan ada di tangan guru. Menulis sekarang atau tidak sama sekali. Tidak ada hari esok jika tidak dimulai hari ini. Selamat menulis wahai guru…
Sumber: http://sahabatguru.wordpress.com/2009/10/20/wahai-guru-menulislah/

Hadapilah UN Dengan Senyuman!

“Menghitung hari…!”, begitu Krisdayanti bernyanyi.
Netters dan bloggers yang masih duduk di bangku SMA dan SMK pun saat ini sedang bernyanyi dengan tema yang sama: Menghitung Hari! Kalau hari ini adalah tanggal 10 April 2011, maka hanya tersisa 8 hari para netters dan bloggers untuk melaksanakan perhelatan tahunan yang tidak mungkin dihindari lagi: Ujian Nasional!. Karena UN adalah program pemerintah – dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan BSNP – yang harus dilaksanakan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Ujian Sekolah/Madrasah dan Ujian Nasional, Bab I, Pasal 1, Ayat 3, Ujian Nasional yang selanjutnya disebut UN adalah kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik secara nasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Sekedar informasi, netters dan blogger tingkat SMA Program IPA akan mengikuti UN untuk 6 mata pelajaran seperti: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi. UN SMA program IPS meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Ekonomi, Sosiologi, dan Geografi. Sedangkan netters dan bloggers yang duduk di bangku SMK akan mengikuti UN untuk 3 mata pelajaran, yaitu: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Matematika.
Sudah siapkah para netters dan bloggers menghadapi UN?
Sebetulnya pertanyaan itu terlambat bila diajukan saat ini. So pasti, para netters dan bloggers sudah siap untuk menghadapi UN, karena sosialisasi tentang UN sendiri sudah dimulai jauh-jauh hari.
Deg-degan tentu saja. Siapa sih yang tidak deg-degan menghadapi UN, karena UN adalah salah satu barometer untuk menentukan apakah para netters dan bloggers berhak lulus dan melewati masa-masa abu-abu.
Netters dan bloggers, jangan takut dan khawatir! Karena, hanya netters dan bloggers yang tidak mempersiapkan diri yang tidak berhak lulus. Lalu, apa yang harus dipersiapkan?
Informasi berikut mungkin akan berguna untuk para netters dan bloggers yang akan menghadapi Ujian. Hal-hal yang harus dipersiapkan dalam menghadapi ujian adalah:
1. Berdoa
2. Belajar
3. Jaga kesehatan
4. Senyum
Hanya empat! Ya, hanya .
Ingat! Kelulusan ada di depan mata bila para netters dan bloggers menjalankan ketiganya. Lulus itu indah dan menyenangkan, ibarat kita makan makanan kesukaan kita. Jadi hadapilah UN dengan senyuman. Semoga para netters dan bloggers lulus semua. Amiin.

Mulia Dengan Memberi

Mulia Dengan Memberi

Judul diatas merupakan judul sebuah artikel yang ditulis oleh Ferry Kisihandi di Koran Dialog Jum’at harian Republika. Tulisan tersebut menekankan mulia dan pentingnya memberi. Dikatakan bahwa hidup itu tak selamanya lapang. Terkadang seseorang kurang beruntung dan menjalani hidup yang tak berkecukupan. Kalau kita perhatikan sekeliling dan sekitar kita atau kalau kita perhatikan sepanjang perjalanan, kita pasti menemukan orang-orang yang masih kurang beruntung bahkan di pinggir-pinggir jalan ada beberapa orang yang sengaja atau tidak menadahkan tangannya untuk meminta. Padahal tangan diatas itu lebih mulia daripada tangan dibawah.

Maka itu, Ferrry Kisihandi dalam tulisannya menyarankan kepada orang islam, meski dalam kondisi perekonomian yang berat, tetap bersikukuh mempertahankan identitasnya sebagai sosok pemberi. Ringan tangan membantu orang orang yang membutuhkan. Apabila hal ini dijalankan maka tidak ada orang yang tangannya selalu dibawah.

Mulia dengan memberi.

Ada orang yang hidupnya kurang beruntung, adapula seseorang yang hidupnya berkecukupan dan bergelimang harta. Dalam islam, seseorang yang masuk kategori ini diajarkan untuk mengulurkan tangan dan memberi pertolongan kepada mereka yang kekurangan. Jadilah dermawan dan jangan kikir.

Sumber : “Mulia Dengan Memberi”, tulisan Ferry Kisihandi, Dialog Jum’at Republika

Wahai Guru Menulislah!

Judul diatas sebenarnya ditujukan untuk saya sendiri supaya dapat memacu adrenalin untuk tetap semangat belajar menulis. Ya, belajar menulis. Karena belum satupun tulisan saya yang dimuat di media massa. Hanya beberapa tulisan yang pernah dipublikasikan melalui blog, seperti blog ini dan situs www.anekaartikel.com. Bahkan tulisan saya yang berjudul ‘Menjadi Guru Itu Tidak Mudah’ dan ‘Menulis Blog, Menambah penghasilan’ mendapat honor Rp.100.000 untuk satu artikel (total jendral saya mendapat honor Rp.200.000). Jumlah yang lumayan. Itung-itung untuk menambah kas dapur.
Wahai guru menulislah! Mudah-mudahan judul tersebut mencambuk saya untuk menjadi penulis. Penulis apa saja. Fiksi atau non fiksi. Saya ingin mengikuti langkah Fira Basuki, Asma Nadia, Gola Gong, Andrea Hirata, dan penulis terkenal lainnya yang sudah merasakan arti sebuah kesuksesan. Kalau mereka bisa, mengapa saya TIDAK BISA! SAYA HARUS BISA!
Arswendo Atmowiloto bilang, Menulis itu gampang. Miftachul Huda pun bilang, Menulis itu gampang. Saya juga bisa bilang, Menulis itu ternyata memang gampang. Buktinya tulisan ini sudah sampai paragraph tiga dan mengalir begitu saja seperti Bengawan Solo yang airnya mengalir sampai jauh. Mau bukti lagi kalau menulis itu ternyata gampang, jelajahi aja blog ini, beberapa artikel adalah tulisan saya. Kalau anda tidak yakin bisa menulis, baca aja caranya disini.
Wahai guru menulislah! Saya yakin semua guru punya keinginan dan kemampuan untuk menulis. Disadari atau tidak, guru punya tekad untuk menulis. Guru adalah sosok akademis. Yakin? Kalau sudah merasa yakin, buatlah tulisan. Tulis apa saja. Tentang apa saja. Banyak sumber tulisan berteberan di dalam diri dan lingkungan sekitar kita. Seperti tulisan ini yang bersumber dari diri saya yang masih belum piawai menuangkan ide dan gagasan menjadi sebuah tulisan. Jangan takut mengalami kemacetan dan kemandekan ketika menulis. Renungkan kata-kata Miftachul Huda dalam bukunya Self Publishing Kupas Tuntas Rahasia Menerbitkan Buku Sendiri berikut ini:
Menulislah secara bebas, tentang apa saja. Biarkan kata demi kata mengalir. Jangan hakimi tentang kalimat yang anda buat sendiri. Wah, kok jelek ya, kok tidak bagus kayak tulisanya Goenawan Mohamad, apa bisa ini nanti dumuat di Koran, paham gak ya nanti orang membaca tulisan saya? Buang jauh-jauh pertanyaan-pertanyaan yang menghakimi seperti itu. Bebaskan pikiran-pikiran anda dari ketakutan-ketakutan bahwa tulisan anda jelek. Kalau anda berhasil mengusir ketakutan-ketakutan semacam itu, anda akan merasa nikmat karena memperoleh kemerdekaan yang sesungguhnya.
Sekali lagi renungkanlah kata-kata diatas. Mulailah menulis.

Tiga Skenario Rekrutment Guru Pada Tahun 2011

Berdasarkan berita yang dilansir Republika.co.id, pada tahun 2011, kemendikas akan melakukan tiga skenario rekrutmen guru baru, masing-masing untuk jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Hal tersebut dilakukan, sebagaimana laporan Republika.co.id, untuk memenuhi kebutuhan guru yang pensiun, guru bidang studi baru, dan kebutuhan daerah baru.


Sebelum mengajar, guru-guru baru tersebut diharuskan untuk mengikuti pendidikan profesi selama dua semester atau satu tahun.


Adapun untuk mengatasi kebutuhan guru pada jangka menengah, pemerintah memberikan kesempatan kepada mahasisswa yang duduk di semester 5 dan 6 untuk pindah jalur menjadi guru, sehingga begitu lulus mereka tidak perlu mengikuti pendidikan profesi selama satu tahun.


Sementara untuk jangka panjang, sebagaimana berita yang dimuat oleh Republika.co.id, melalui pendidikan sarjana. Pendidikan tersebut disiapkan untuk lulusan SMA/SMK selama empat atau lima tahun.


Kemendiknas, sebagiamana berita yang dimuat di Republika.Co.Id, akan merintis delapan LPTK di perguruan tinggi untuk menyiapkan pendidikan bagi calon guru pada thaun 2011. Pada tahap awal, direncanakan merekrut 1.000 lulusan SMA/SMK/MA untuk dididik selama 4-5 tahun. Selama mengikuti pendidikan, mereka akan diasramakan.


Sumber: Republika.co.id