Tampilkan postingan dengan label Renungan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Renungan. Tampilkan semua postingan


MENYENANGKANNYA BELAJAR DI SMK PRUDENT SCHOOL
(Internalisasi Motto: “Bekerja, mengalami, belajar tanpa henti...”)
Oleh: Irfan Rifa’i, SH*

“Siapapun yang berhenti belajar akan menjadi tua, entah ia masih usia 20 tahun atau sudah 80 tahun. Siapapun yang terus belajar akan tetap muda karena hal yang paling besar di dunia ini adalah bagaimana mempertahankan pikiran agar tetap muda” (Henry ford)
Kalimat diatas menyadarkan kita semua, bahwa usia manusia bukanlah penghalang utama untuk manusia menjadi muda, menjadi bergairah, menjadi hidup. Kunci jawabannya hanya satu: jadilah manusia ‘pembelajar’, niscaya anda akan senantiasa menjadi muda. Tentu kata “muda” dalam hal ini bukan bermakna fisik, tapi bermakna eksistensi dalam hidup ini.
Terkait dengan hal diatas, ada satu hal yang menarik yang terdapat di SMK Prudent School, yaitu mottonya yang berbunyi; “bekerja, mengalami, belajar tanpa henti”. Hal yang menarik perhatian penulis adalah bahwa motto tersebut mengajak kita untuk terus belajar dan belajar, menjadi manusia pembelajar di setiap saat, di setiap waktu dan di setiap tempat serta mengajak kita untuk memulai segala sesuatu dari akhir. Sungguh sangat menarik motto tersebut untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana ungkapan yang sangat menggugah dari seorang Thomas Henry Huxley dengan mengatakan bahwa; “Akhir terbesar dari kehidupan bukanlah pengetahuan, tetapi tindakan.” Yap! Tindakan yang membuahkan hasil, tindakan yang mengeksekusi sebuah ide dan itulah yang ingin dilakukan oleh SMK Prudent School. Namun dalam hal ini penulis tidak terlalu dalam membahas hal tersebut, hanya ingin mengorek secuil konsep pembelajaran yang dilakukan di SMK Prudent School jika menilik dari mottonya.
“Bapak Presiden Indonesia yang saya hormati, negara kami merasa terhormat atas kedatangan bapak ke Australia, semoga kedatangan bapak dapat membawa manfaat yang besar untuk negara kami dan rakyat kami secara keseluruhan”, ucap Perdana Menteri Australia yang langsung dibalas oleh Presiden Indonesia, “sama-sama, kamipun mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Perdana Menteri Australia dan seluruh pejabat yang hadir, semoga pertemuan ini dapat menghasilkan kerjasama bilateral yang saling menguntungkan kedua negara”. Demikianlah salah satu percakapan yang dilakukan oleh kedua kepala negara ketika Presiden Indonesia berkunjung ke Australia.
Percakapan di atas hanyalah simulasi dari proses pembelajaran materi ‘perjanjian internasional’ untuk mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Menarik untuk kita tilik lebih dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraantersebut diatas, proses pembelajarannya sangat mengasyikkan, menyenangkan, membuat prudent (sebutan siswa di sekolah ini) serasa keliling negara.
Pertama, prudent dikelompokkan menjadi 6 negara (mewakili 5 benua dan Indonesia sebagai negara kita sendiri), terdiri dari Amerika, Australia, Afrika Selatan, Inggris, Palestina, dan Indonesia. Masing-masing negara memiliki struktur kenegaraan yang berbeda-beda dan masing-masing prudent mengisi struktur negara tersebut dengan menjadi pejabat-pejabat utama negara itu, misalnya menjadi presiden, perdana menteri, raja/ratu, menteri, juru bicara dan lain sebagainya.
Kedua, prudent membuat profil negara masing-masing dengan menitikberatkan pada kelebihan dan keunggulan negara masing-masing. Tujuan utamanya adalah untuk menunjukkan kepada negara lainnya tentang hal-hal yang dapat dijadikan tujuan kerjasama. Pada proses kedua ini prudent mempresentasikannya di depan kelas dengan kecanggihan teknologi informasi, ada yang presentasi dengan power point, flash, mind mapp, maupun film. Semuanya mendapatkan penilaian tersendiri dari guru yang mengampu mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan.
Ketiga, sesi yang menurut penulis adalah sesi yang paling menyenangkan, yaitu simulasi perjanjian internasional antar negara-negara yang ada. Di sesi inilah semua negara yang ada dituntut untuk menghasilkan 5 perjanjian bilateral, artinya semua negara pasti bertemu untuk sebuah kerjasama bilateral. Di sesi ini pula setiap prudent yang menjabat harus mengunjungi negara lain untuk menjalin kerjasama. Beberapa tahapan dalam perjanjian internasional adalah sebagai berikut:
1.      Perundingan (Negotiation)
Tahapan pertama dalam perjanjian internasional adalah penjajakan materi perjanjian. Perwakilan masing-masing negara bertemu dan membicarakan agenda utama perjanjian, mulai dari masalah ekonomi, sosial, budaya, politik, pertahanan keamanan, dan lain-lain.
“palestina harus merdeka!” ucap salah satu pejabat palestina
“kami juga mendukung kemerdekaan negara anda, jadi apa yang bisa kami bantu...?” jawab presiden Indonesia saat pertemuan kedua negara di Jalur Gaza Palestina.
Demikianlah secuil perundingan antara Palestina dan Indonesia, perundingan tersebut akhirnya menghasilkan kesepakatan pembangunan rumah sakit Indonesia di Jalur Gaza Palestina.
2.      Penandatanganan (Signature)
Pada tahap kedua ini fokus perjanjian adalah penandatanganan naskah perjanjian, tahap ini adalah follow up dari kesepakatan hasil perundingan di atas.
3.      Pengesahan (Ratification)
Tahap pengesahan adalah persetujuan terhadap rencana perjanjian internasional agar menjadi suatu perjanjian yang berlakubagi masing-masing negara tersebut. Tahap pengesahan menjadi keharusan bagi masing-masing negara agar perjanjian internasional yang sudah disepakati mempunyai kekuatan hukum di masing-masing negara.
Ketiga tahap perjanjian internasional diatas menjadi proses yang sangat menyenangkan bagi semua prudent, mereka bermain peran, setiap prudent menjadi pejabat negara di negaranya masing-masing. Mereka berkunjung ke negara lain, berunding, berdebat,melakukan loby-loby dan menjalin kerjasama bilateral, melakukan penandatanganan dan akhirnya pengesahan, sungguh pengalaman yang luar biasa, sangat menyenangkan. Itulah respon para prudent ketika penulis bertanya tentang salah satu proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan tersebut. Pembelajaran ditutup dengan mengambil insight dan hikmah dari simulasi tersebut.
Demikianlah sekelumit proses pembelajaran di SMK Prudent School dan seperti itulah kami para guru mencoba mengamalkan dan menerjemahkan motto “Bekerja, Mengalami, Belajar Tanpa Henti”.


*Guru PKn dan Wakasek Humas SMK Prudent School

Wahai Guru, Menulislah!

WAHAI GURU, MENULISLAH!
Asep Sapa’at
Trainer Pendidikan
Lembaga Pengembangan Insani
Dompet Dhuafa
“Setiap tetes tinta seorang penulis adalah darah bagi perubahan peradaban. Kernanya, perhatikanlah bagaimana ujung penamu bergerak”
(M. Fauzil Adhim)
Guru mampu mengajar, itu perkara biasa. Guru mampu menjadi penulis, ini baru luar biasa. Menulis bisa berarti mengenalkan pribadi kita kepada orang lain. Menulis bisa berarti menyampaikan gagasan dan pengalaman kita kepada orang lain. Menulis tiada batas ruang dan waktu. Setidaknya, menulis bisa menyembuhkan diri Anda, itulah jawaban Mas Hernowo (CEO Mizan) ketika ditanya, “Apakah sejak kecil Mas Her sudah bercita-cita menjadi penulis?”. Jawab beliau, “TIDAK. Saya menjadi penulis sejak usia saya melewati 40 tahun. Saya bisa menjadi penulis karena bekerja di Penerbit MIZAN. Dan saya terdorong untuk menulis (bukan ingin menjadi penulis) karena menulis dapat menyembuhkan diri saya”.
Bingung menyeruak, mungkinkah aktivitas menulis dapat menyembuhkan diri? Beberapa hasil kajian dari berbagai penelitian mencoba menjawabnya.
Pertama, James Pennebaker menjelaskan, “Menulis tentang pikiran dan perasaan terdalam tentang trauma yang kita alami menghasilkan suasana hati yang lebih baik, pandangan yang lebih positif, dan kesehatan fisik yang lebih baik”. Lanjutnya, dalam artikelnya yang ditulis untuk American Psychological Society, beliau menyatakan pula, “Dalam menulis atau bercerita tentang topik-topik emosional, juga ditemukan pengaruh-pengaruh yang menguntungkan dalam fungsi imun (kekebalan tubuh) termasuk self-helper pertumbuhan. Perubahan perilaku juga telah ditemukan. Para siswa yang menulis isu-isu emosional menunjukkan perkembangan dalam perkuliahan dan para profesional senior yang dipecat dari pekerjaannya lebih cepat mendapatkan pekerjaan baru setelah menulis”.
Kedua, Dr. Jillian Smith menyatakan bahwa aktivitas menulis dan membaca semua novel (ringan) adalah sebuah katalisator untuk mengubah psikologi, sosial, dan transformasi.
Ketiga, JAMA (Journal of The American Medical Association) menyatakan, “Penelitian telah menunjukkan bahwa menulis tentang pengalaman-pengalaman trauma secara emosi, secara mengejutkan memiliki efek menguntungkan atas gejala-gejala yang dilaporkan, keinginan sehat secara individual”.
Keempat, Kitty Klein, Ph.D. (Peneliti di The Social Cognitive Laboratory, North Carolina State University) mengatakan bahwa menulis tentang pengalaman yang menegangkan bisa mendorong fungsi kekebalan, mengurangi kemungkinan penularan beberapa penyakit infeksi dan mengurangi gejala-gejala yang berhubungan dengan penyakit lain yang menyangkut sistem kekebalan.
Sekarang kita boleh merasa lebih yakin bahwa menulis dapat menyembuhkan diri kita. Untuk lebih yakin dengan kajian itu, mulai menulis adalah pilihan terbaik untuk dilakukan.
Menulis & Profesionalitas Guru
Semua orang, tanpa kecuali, memiliki pengalaman hebat dalam hidup. Masalah yang paling mudah kita tulis adalah apapun yang kita yakini, kita alami, dan kita rasakan.
Manfaat terbesar dari menulis adalah ‘mengikat’ momen-momen mengesankan dalam hidup. Bagi guru, menulis dapat bermanfaat untuk banyak hal. Menulis catatan harian secara konsisten adalah hal yang paling mudah dilakukan. Pengalaman terbaik dan drama hidup menggetirkan menjadi guru dapat ditumpahkan di catatan harian. “Keeping your own teaching journal is one strategy for stimulating reflection and self-evaluation (Elizabeth F. Shores & Cathy Grace, 1998). Tulisan yang terdokumentasikan adalah senjata ampuh bagi proses evaluasi diri. Utamanya, guru dapat bercermin untuk memperbaiki diri lewat catatan harian mengenai pergulatan hidup dan pengalaman mengajar.
Menulis catatan harian adalah jembatan untuk dapat menulis formal. Guru tak dapat mengelak jika dituntut harus dapat menulis karya ilmiah, modul, atau tulisan formal lainnya. Data dari Badan Kepegawaian Nasional (2005) bisa dijadikan gambaran. Guru Golongan IV-A kesulitan naik pangkat karena tidak dapat menulis karya ilmiah sebagai persyaratan kenaikan pangkat.
Menulis catatan harian jelas sangat berbeda dengan menulis formal. Ala bisa karena biasa. Terbiasa menulis catatan harian merupakan modal utama menulis formal. Faktor kebiasaan mencurahkan gagasan, kejujuran bertutur, kebebasan berekspresi, merupakan pengalaman berharga yang akan didapat dari aktivitas menulis catatan harian.
Tak dapat dibayangkan jika setiap guru di Indonesia produktif menulis. Menulis apa saja. Menulis catatan harian, karya ilmiah, bahkan autobiografi mereka sekalipun. Setiap guru dapat belajar satu sama lain lewat gagasan dan pengalaman yang mereka tulis. Masalah satu guru diungkap lewat tulisan dan dipublikasi di berbagai media informasi (buku, koran, majalah, internet, dsb). Guru lain membaca dan punya solusi, solusinya ditulis dan disebar di media informasi. Ada juga guru yang membaca saja, dan mereka juga belajar dari tulisan yang dibacanya. Itulah bagian penting dari proses pengembangan profesionalitas guru yang hakiki, saling belajar untuk menjadi profesional sejati.
Mengubah paradigma membaca dan menulis adalah keharusan. Membaca, berarti menemukan sumber informasi dan inspirasi yang bermakna untuk dapat digunakan dalam menjalankan profesi guru. Menulis, berarti secara jujur dan benar, menyampaikan semua masalah dan pengalaman terbaik selama berkiprah menjadi guru. Dengan tulisan, dunia akan tahu semua masalah yang dihadapi guru. Dengan tulisan, semua akan tahu peran penting guru dalam membangun peradaban dunia. Dengan teriakan, ruangan akan terguncang. Namun, dengan tulisan, dunia yang akan terguncang.
Sekarang, pilihan ada di tangan guru. Menulis sekarang atau tidak sama sekali. Tidak ada hari esok jika tidak dimulai hari ini. Selamat menulis wahai guru…
Sumber: http://sahabatguru.wordpress.com/2009/10/20/wahai-guru-menulislah/

Mulia Dengan Memberi

Mulia Dengan Memberi

Judul diatas merupakan judul sebuah artikel yang ditulis oleh Ferry Kisihandi di Koran Dialog Jum’at harian Republika. Tulisan tersebut menekankan mulia dan pentingnya memberi. Dikatakan bahwa hidup itu tak selamanya lapang. Terkadang seseorang kurang beruntung dan menjalani hidup yang tak berkecukupan. Kalau kita perhatikan sekeliling dan sekitar kita atau kalau kita perhatikan sepanjang perjalanan, kita pasti menemukan orang-orang yang masih kurang beruntung bahkan di pinggir-pinggir jalan ada beberapa orang yang sengaja atau tidak menadahkan tangannya untuk meminta. Padahal tangan diatas itu lebih mulia daripada tangan dibawah.

Maka itu, Ferrry Kisihandi dalam tulisannya menyarankan kepada orang islam, meski dalam kondisi perekonomian yang berat, tetap bersikukuh mempertahankan identitasnya sebagai sosok pemberi. Ringan tangan membantu orang orang yang membutuhkan. Apabila hal ini dijalankan maka tidak ada orang yang tangannya selalu dibawah.

Mulia dengan memberi.

Ada orang yang hidupnya kurang beruntung, adapula seseorang yang hidupnya berkecukupan dan bergelimang harta. Dalam islam, seseorang yang masuk kategori ini diajarkan untuk mengulurkan tangan dan memberi pertolongan kepada mereka yang kekurangan. Jadilah dermawan dan jangan kikir.

Sumber : “Mulia Dengan Memberi”, tulisan Ferry Kisihandi, Dialog Jum’at Republika