Oleh Ahmad Ripai
(Artikel ini dimuat koran Satelit News Tangerang tanggal 14 April 2011)
Judul diatas merupakan judul tulisan Satria Darma (Ketua Ikatan Guru Indonesia) yang dimuat IGI Media, Majalah Guru Indonesia, edisi 01 November 2010. Sebagai seorang guru, saya sependapat dengan Satria Darma dalam tulisan tersebut: Apapun Kurikulumnya Mutu Guru Kuncinya! Mengutip pendapat Fullan yang dimuat dalam tulisan Satria Darma bahwa kelas dan sekolah akan efektif apabila (1) kita merekrut orang-orang terbaik untuk menjadi guru, dan (2) lingkungan guru dibuat nyaman dan kondusif untuk bekerja dan mendorong mereka untuk berkarya agar mereka tidak loncat mencari pekerjaan lain.
Menurut Satria Darma, 2 kondisi tersebut berlaku apabila kita mau mengadakan perubahan dalam pendidikan. Apabila tidak ingin mengadakan perubahan dan sekedar menjalankan pendidikan seadanya, lakukan saja apa yang sudah dilakukan selama ini.
Apabila kita melakukakan browsing tentang definisi kurikulum diinternet, maka kita akan menemukan banyak sekali definisi kurikulum, salah satunya menurut Hilda Taba dalam bukunya “Curriculum Development Theory and Practice”. Menurut Hilda Taba, kurikulum sebagai a plan for learning, yakni sesuatu yang direncanakan untuk dipelajari oleh siswa. Sedangkan menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I, Pasal 1, Ayat 19, Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Dunia pendidikan di Indonesia sudah berkali-kali mengalami perubahan kurikulum. Sebagaimana kita ketahui ada beberapa kurikulum yang pernah diberlakukan di sekolah-sekolah, yaitu:
1. Kurikulum 1947
2. Kurikulum 1950
3. Kurikulum 1968
4. Kurikulum 1975
5. Kurikulum 1984
6. Kurikulum 1994
7. Kurikulum Berbasis Kompetensi
8. Kurikulum 2006 (KTSP)
Menurut Satria Darma, perubahan kurikulum dalam sistem pendidikan kita adalah keniscayaan. Kalau tidak berubah berarti kita semakin tertinggal.
Namun, sebagaimana judul tulisan diatas, apapun kurikulumnya mutu guru kuncinya. Menurut Nana Syaodih dalam bukunya yang berjudul ‘Pengembangan Kurikulum’, bahwa guru memegang peranan yang cukup penting baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan kurikulum. Keberhasilan pendidikan di sebuah sekolah tergantung bagaimana mutu gurunya. Menurut UU Guru dan Dosen, Guru adalah tenaga professional yang berfungsi meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Saya setuju dengan pendapat Satria Darma bahwa untuk menghasilkan siswa-siswi yang siap berkompetisi dalam dunia modern maka mereka mesti dididik oleh para guru yang memiliki kapasitas dan kompetensi yang memadai. Apalagi untuk menterjemahkan tujuan pendidikan nasional sebagaimana diamanatkan oleh UU RI No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Maka sebagaimana yang disampaikan oleh Fullan, sekolah harus merekrut orang orang terbaik untuk menjadi guru. Orang-orang yang peduli terhadap pendidikan. Orang-orang yang mau belajar dan terus belajar. Setidaknya sebagaimana diamanatkan oleh UU Guru dan Dosen No.14 Tahun 2005 bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Jadi, rekrutlah orang-orang terbaik untuk menjadi guru dan berikan orang-orang terbaik itu lingkungan yang nyaman dan kondusif untuk bekerja agar mereka terdorong untuk berkarya dan tidak loncat mencari pekerjaan lain.
(Artikel ini dimuat koran Satelit News Tangerang tanggal 14 April 2011)
Judul diatas merupakan judul tulisan Satria Darma (Ketua Ikatan Guru Indonesia) yang dimuat IGI Media, Majalah Guru Indonesia, edisi 01 November 2010. Sebagai seorang guru, saya sependapat dengan Satria Darma dalam tulisan tersebut: Apapun Kurikulumnya Mutu Guru Kuncinya! Mengutip pendapat Fullan yang dimuat dalam tulisan Satria Darma bahwa kelas dan sekolah akan efektif apabila (1) kita merekrut orang-orang terbaik untuk menjadi guru, dan (2) lingkungan guru dibuat nyaman dan kondusif untuk bekerja dan mendorong mereka untuk berkarya agar mereka tidak loncat mencari pekerjaan lain.
Menurut Satria Darma, 2 kondisi tersebut berlaku apabila kita mau mengadakan perubahan dalam pendidikan. Apabila tidak ingin mengadakan perubahan dan sekedar menjalankan pendidikan seadanya, lakukan saja apa yang sudah dilakukan selama ini.
Apabila kita melakukakan browsing tentang definisi kurikulum diinternet, maka kita akan menemukan banyak sekali definisi kurikulum, salah satunya menurut Hilda Taba dalam bukunya “Curriculum Development Theory and Practice”. Menurut Hilda Taba, kurikulum sebagai a plan for learning, yakni sesuatu yang direncanakan untuk dipelajari oleh siswa. Sedangkan menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I, Pasal 1, Ayat 19, Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Dunia pendidikan di Indonesia sudah berkali-kali mengalami perubahan kurikulum. Sebagaimana kita ketahui ada beberapa kurikulum yang pernah diberlakukan di sekolah-sekolah, yaitu:
1. Kurikulum 1947
2. Kurikulum 1950
3. Kurikulum 1968
4. Kurikulum 1975
5. Kurikulum 1984
6. Kurikulum 1994
7. Kurikulum Berbasis Kompetensi
8. Kurikulum 2006 (KTSP)
Menurut Satria Darma, perubahan kurikulum dalam sistem pendidikan kita adalah keniscayaan. Kalau tidak berubah berarti kita semakin tertinggal.
Namun, sebagaimana judul tulisan diatas, apapun kurikulumnya mutu guru kuncinya. Menurut Nana Syaodih dalam bukunya yang berjudul ‘Pengembangan Kurikulum’, bahwa guru memegang peranan yang cukup penting baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan kurikulum. Keberhasilan pendidikan di sebuah sekolah tergantung bagaimana mutu gurunya. Menurut UU Guru dan Dosen, Guru adalah tenaga professional yang berfungsi meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Saya setuju dengan pendapat Satria Darma bahwa untuk menghasilkan siswa-siswi yang siap berkompetisi dalam dunia modern maka mereka mesti dididik oleh para guru yang memiliki kapasitas dan kompetensi yang memadai. Apalagi untuk menterjemahkan tujuan pendidikan nasional sebagaimana diamanatkan oleh UU RI No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Maka sebagaimana yang disampaikan oleh Fullan, sekolah harus merekrut orang orang terbaik untuk menjadi guru. Orang-orang yang peduli terhadap pendidikan. Orang-orang yang mau belajar dan terus belajar. Setidaknya sebagaimana diamanatkan oleh UU Guru dan Dosen No.14 Tahun 2005 bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Jadi, rekrutlah orang-orang terbaik untuk menjadi guru dan berikan orang-orang terbaik itu lingkungan yang nyaman dan kondusif untuk bekerja agar mereka terdorong untuk berkarya dan tidak loncat mencari pekerjaan lain.